Mungkin beberapa orang dari anda ada yg sering mengecat rambut. Tidak semua orang tahan terhadap cat rambut yg ada, untuk itu dianjurkan melakukan test awal dulu sebelum melakukan pengecatan rambut anda, untuk mengetahui apakah anda tahan terhadap cat yg akan anda pakai atau anda alergi terhadapnya.
Test awal yg dilakukan biasanya dioleskan dulu pada kulit tangan atau bagian kulit yang lain. Setelah melakukan test pada kulit tentunya anda ingin menghapusnya bukan? Cat rambut jika sudah terkena kulit walau sedikit terkadang sangat sulit untuk dihapus. Berikut tips untuk menghilangkan cat rambut yang dioleskan pada kulit. Tips ini juga berguna jika anda sering mengecat rambut sendiri di rumah, sehingga terkadang cat rambut mengenai kulit telinga ataupun leher anda. Jangan cemas, anda bisa menghilangkannya dengan bantuan bahan yang mudah dijumpai berikut ini:
1. Alkohol
Salah satu solusi yang paling terkenal untuk menghilangkan noda ini adalah dengan menggunakan alkohol. Bahan ini memiliki kekuasaan untuk membubarkan pewarna mengeras dan menghilangkan dari permukaan kulit. Letakkan beberapa tetes alkohol ke kapas kecil dan mulailah menggosok daerah yang terkena cat tersebut. Jangan khawatir jika kulit anda mungkin sedikit memerah, itu adalah reaksi alami, ini adalah resiko yang harus ditempuh. Untuk mengurangi hal tersebut anda bisa melakukannya dengan mengoleskan secara perlahan. Langkah ini bisa anda ulangi beberapa kali sampai cat benar-benar bersih.
2. Pasta gigi
Jika anda ingin mencoba metode yang lebih lembut untuk menghilangkan noda pewarna rambut dari percobaan kulit, anda bisa menggunakan pasta gigi. Spesialis menyatakan bahwa memang tidak mungkin mendapat efek radikal seperti alkohol dapat digunakan dalam kasus noda ringan.
Apalagi menggunakan metode ini anda bisa terkena iritasi kulit. Cobalah oleskan pasta gigi pada sikat gigi basah dan mulailah membersihkan daerah yg terkena cat rambut menggunakan air hangat. Pastikan anda melakukannya dengan hati-hati karena kulit anda bisa sakit karena menggosoknya dengan keras.
3. Baking Soda
Nenek atau ibu kita mungkin sudah biasa menggunakan baking soda untuk membuat noda membandel hilang. Tambahkan beberapa tetes air pada satu sendok teh bahan ini sampai menjadi pasta yang halus. Gunakan beberapa oles dan gosoklah. Baking soda memang salah satu scrub alami yang mampu menghilangkan berbagai noda dari seluruh permukaan.
4. Baby Oil
Baby Oil juga dapat menyingkirkan noda pewarna rambut dari kulit Anda. Meskipun efek lembut pada kulit balita tapi memiliki kekuatan untuk membubarkan rumus kompleks produk pewarnaan rambut. Anda tidak perlu menggunakan bahan kimia yang lebih keras cukup dengan baby oil yang lembut anda dapat menghilangkan cat yang merisaukan anda. Sebelum tidur tuangkan beberapa tetes pada kain lap atau kapas dan gosokkan ke kulit yang terkena cat rambut. Tunggu kira-kira semalam kemudian pada pagi hari cucilah dengan air hangat dan ulangi langkah itu jika diperlukan.
Itulah tips-tips dari kami semoga dapat bermanfaat.
Führer Jerman
|
|
Masa jabatan
2 Agustus 1934–30 April 1945 |
|
Pendahulu:
|
Paul von Hindenburg
sebagai presiden |
Pengganti:
|
Karl Dönitz
sebagai presiden |
Reichskanzler (Kanselir) Jerman
|
|
Masa jabatan
30 Januari 1933–30 April 1945 |
|
Pendahulu:
|
Kurt von Schleicher
|
Pengganti:
|
Joseph Goebbels
|
|
|
Lahir
:
|
20 April 1889
Braunau am Inn, Austria-Hongaria |
Meninggal
:
|
30 April 1945 (umur 56)
Berlin, Jerman |
Kebangsaan
:
|
Jerman
|
Partai politik
:
|
NSDAP
|
Suami/Istri
:
|
Eva Braun
meninggal pada 29 April 1945) |
Tanda tangan
|
|
Masa
Kecil
Adolf Hitler
dilahirkan di Gasthof zum Pommer, sebuah penginapan di Braunau am Inn, Austria,
dekat Jerman pada 20 April 1889 sebagai anak keempat dari enam bersaudara. Ayah
Adolf Hitler, Alois Hitler (1837–1903), merupakan seorang pegawai kantor bea
cukai. Sedangkan ibunya, Klara Pölzl (1860–1907), adalah istri ketiga Alois.
Keluarga Hitler berpindah-pindah dari Braunau am Inn ke Passau, Lambach, Leonding,
dan Linz.
Hitler kecil merupakan
pelajar yang baik pada waktu bersekolah pada sekolah menengah pertama
(elementary school). Namun pada kelas enam, tahun pertamanya di sekolah
menengah atas (high school), ia gagal dan harus mengulang kelas.
Hitler kelak
menyatakan bahwa kegagalan itu disebabkan pemberontakan atas ayahnya, yang
menginginkan Adolf Hitler mengikutinya berkarier sebagai pegawai bea cukai.
Adolf Hitler berkeinginan menjadi seorang pelukis dibandingkan mengikuti jejak
ayahnya. Setelah Alois meninggal pada 3 Januari 1903, tidak ada perkembangan
berarti dalam pendidikannya di sekolah. Pada usia 16, ia keluar dari sekolah
tanpa gelar apapun.
Awal
masa dewasa
Dari tahun 1905,
Hitler menjalani kehidupan Bohemian di Wina dengan dukungan dari ibunya . Ia
ditolak dua kali oleh Akademi Seni Wina (1907–1908). Pada 21 Desember 1907, ibu
Hitler meninggal karena kanker payudara pada usia 47 tahun. Diperintahkan oleh
pengadilan Linz, Hitler memberikan bagiannya atas pensiun ayahnya (sebagai anak
yatim) kepada saudara perempuannya Paula. Ketika dia berumur 21, ia memperoleh
warisan dari seorang bibinya. Hitler berjuang sebagai pelukis di Wina, menyalin
gambar dari kartu pos dan menjual lukisannya pada turis. Setelah ditolak untuk
kedua kalinya pada sekolah seni, Hitler kehabisan uang. Pada 1909, ia hidup di
penampungan untuk tunawisma. Hitler menerima bagian terakhir dari kekayaan
ayahnya pada bulan Mei 1913 dan pindah ke Munich. Kepindahan Hitler ke Munich
juga membantunya menghindar dari wajib militer di Austria tetapi tentara
Austria akhirnya berhasil menangkapnya. Setelah pemeriksaan fisik, Hitler
dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk menjalani wajib militer dan diizinkan
kembali ke Munich. Tetapi, ketika Jerman memasuki kancah Perang Dunia I pada
Agustus 1914, Hitler mengajukan petisi kepada Raja Ludwig III Bavaria untuk
mengizinkannya bertugas dalam resimen Bavaria. Petisi ini dikabulkan, dan Adolf
Hitler tercatat dalam ketentaraan Bavaria.
Perang
Dunia I
Hitler bertugas di
Perancis dan Belgia dalam Resimen Cadangan Ke-16 Bavaria, mengakhiri perang
sebagai Gefreiter (setara dengan prajurit kepala dalam ketentaraan Inggris dan
Amerika pada waktu itu). Ia terlibat dalam sejumlah pertempuran besar di Front
Barat, termasuk Pertempuran Ypres, Pertempuran Somme dan Pertempuran
Passchendaele. Pertempuran Ypres (Oktober 1914), yang dikenal di Jerman sebagai Kindermord
bei Ypern(Pembantaian atas Orang Tak Bersalah), mengorbankan sekitar 40.000
orang (antara sepertiga hingga setengah) dari sembilan infantri yang ada
terbunuh dalam dua puluh hari, dan kompi Hitler sendiri berkurang dari 250
menjadi 42 orang pada Desember. Hitler dua kali memperoleh bintang jasa atas
keberaniannya. Ia menerima bintang jasa Iron Cross, Kelas Kedua pada 1914 dan
bintang jasa Iron Cross, Kelas Pertama pada 1918, sebuah kehormatan yang jarang
diterima oleh seorang Gefreiter. Namun karena staf resimen berpikir Hitler
kurang memiliki kecakapan memimpin, ia tidak pernah dipromosikan menjadi
Unteroffizier (setara kopral Inggris). Sejarawan yang lain mengatakan ia tidak
dipromosikan karena ia tidak berkewarganegaraan Jerman. Pada 15 Oktober 1918,
Hitler dikirim ke rumah sakit lapangan, karena mengalami kebutaan sementara
akibat serangan gas mustard.
Nazi
Hitler kemudian
berkecimpung secara langsung dalam politik dan menjadi pengurus Partai Buruh
Jerman (bahasa Jerman: Deutsche Arbeiterpartei/DAP) pada bulan Juli
1921. Hitler menggunakan kebolehan berpidatonya untuk menjadi ketua partai. Dia
kemudian menukar nama DAP menjadi Nationalsozialistische Deutsche
Arbeiterpartei (NSDAP) atau partai Nazi.
Pada tahun 1929 NSDAP
menjadi pemenang mayoritas dalam pemilihan umum di kota Coburg, dan kemudian
memenangi pemilu daerah Thüringen. Presiden Jerman masa itu, Paul von
Hindenburg akhirnya melantik Hitler sebagai Kanselir.
Masa
pemerintahan
Pada masa
pemerintahannya sebelum Perang Dunia II. Hitler memerintah dengan menetapkan
pemerataan ekonomi, meningkatkan lapangan pekerjaan dan sarana sarana umum
serta proyek-proyek umum. Salah satu sumbangannya dalam dunia otomotif adalah
usulannya untuk membuat kendaraan murah yang dijangkau oleh rakyat Jerman yang
akhirnya diwujudkan dalam bentuk mobil Volkswagen (VW).
Pada Juni 1934, di
malam yang dikenali sebagai Malam Pisau Panjang (bahasa Jerman:Nacht der
langen Messer) Hitler membunuh semua penentangnya dalam partai Nazi yakni
Roehm dan para pemimpin SA (Sturm Abteilungen). Hitler juga menyalahkan
komunisme dan Yahudi atas situasi ekonomi yang buruk dan berhasil meraih
dukungan militer dengan melaksanakan politik pembangunan peralatan militer
Jerman. Hitler menyalahkan, menyerang, dan membunuh orang komunis dan Yahudi
karena Hitler memiliki dendam pribadi pada orang - orang komunis dan Yahudi,
dendam yang menghantui selama masa hidupnya.
Perang
Dunia II dan Kejatuhan
Pada September 1939,
Hitler menyerang Polandia dengan serangan taktik blitzkrieg(serangan
darat, udara secara kilat) mencapai kejayaan yang mengejutkan musuh dan
jenderalnya sendiri. Serangan terhadap Polandia menyebabkan musuh-musuhnya
Inggris dan Perancis menyatakan perang terhadap Jerman, dengan itu dimulailah
Perang Dunia II.
Pada masa Perang Dunia
II, pihak Inggris dipimpin oleh Sir Winston Churchill yang menggantikan Arthur
Neville Chamberlain yang jatuh akibat skandal serbuan Nazi ke Polandia 1939,
Perancis yang dipimpin oleh Jendral Gamelin yang saat itu ditunjuk sebagai komando
tertinggi sekutu gagal menahan serangan kilat Jerman ke Belgia dan Perancis,
Perancis akhirnya dipimpin oleh Jenderal Charles de Gaulle yang memimpin
pasukan perlawanan Perancis pada masa Pemerintahan Vichy, serta bantuan Amerika
Serikat yang dipimpin Jendral Eisenhower sebagai panglima mandala di Eropa
meskipun sebelumnya Amerika Serikat enggan terlibat pada perang yang sebelumnya
dianggap sebagai perang Eropa itu.
Setelah lama berperang
dan setelah mengalami kekalahan di setiap medan pertempuran, Hitler menyadari
bahwa kekalahan sudah tidak dapat dielakkan. Awal kekalahan Hitler adalah saat
menggempur Kota Kursk Uni Soviet dengan Operasi Citadel, kekuatan Jerman
terdiri dari 800.000 infanteri, 2.700 tank lapis baja, 2.000 pesawat tempur dan
dipimpin oleh Jenderal Erich Von Manstein dan Jenderal Walther Models sedangkan
kekuatan Uni Soviet terdiri dari 1.300.000 infanteri, 3.600 tank, dan 2.400
pesawat tempur. Rencana serangan ini telah diketahui secara detail oleh
intelejen Uni Soviet yang berada di Switzerland. Stalin pun langsung
memerintahkan tentaranya untuk membangun pertahanan kuat di kawasan Kursk. Di
pertempuran inilah banyak sekali tank - tank andalan Jerman dan Uni Soviet
hancur, diantaranya Tank Tiger, Panther, Elefant (Jerman) dan Tank T-34, SU
-152, dan KV -1. Jerman mengalami pukulan mematikan di Stalingrad serta
Serangan pukulan sekutu di Normandia dan gagal dalam Ardennes Offensive, yaitu
serangan balasan yang dilakukan tentara Jerman atau Wehrmacht dan beberapa
divisi panzer yang masih tersisa dipimpin Jenderal Mantauffel pada saat musim
salju untuk merebut kembali Kota Antwerp di Belgia. Serangan ini berlangsung
secara terseok - seok dan berakhir gagal karena kurangnya pasokan logistik dan
bahan bakar untuk Panzer dari Jerman sehingga banyak panzer yang masih
"Fresh from the Oven" seperti tank Tiger dan Panther teronggok di
pinggir jalan karena kehabisan solar.
Hitler yang menyadari
kejatuhannya sudah dekat kemudian mengawini wanita simpanannya Eva Braun,
kemudian bunuh diri bersama-sama pada 30 April 1945. Jasadnya dibakar agar
tidak jatuh ke tangan musuh,dan setelah kematian Hitler beberapa hari kemudian
akhirnya Jerman menyerah terhadap pihak rusia dan sekutu. Setelah Perang Dunia
2 berakhir, Jerman dibagi menjadi 2 wilayah, yaitu Jerman Barat yang berada
pada kekuasaan sekutu dan Jerman Timur yang berada pada kekuasan Uni Soviet.
Hal ini terjadi akibat Perang Dingin. Tetapi pada akhir abad ke-20 kedua
wilayah Jerman yang terpisah ini akhirnya bersatu kembali, setelah runtuhnya
dan dihancurkannya Tembok Berlin.
Hitler dan
Mussolini, dua orang pemimpin blok Axis Perang Dunia II.
Di bawah ini adalah beberapa karikatur yang mengenai masyarakat, politik, sosial, adat, dll. Sebelum teman-teman memilih salah satu atau beberapa di antaranya, perlu di pahami kronologi ganbar, maksud gambar, tujuan gambar, serta apakah teman-teman mampu untuk mengekploitasikan gambar tersebut. regrat admin :)
1.
Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
Di
tulisan terdahulu [bagian kedua] kami sebutkan bahwa perkawinan adalah fitrah
manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad
nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara yang amat kotor
menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo,
melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang.
2.
Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur
Sasaran
utama dari disyari’atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk
membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah
menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang
perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efefktif untuk memelihara
pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya
: Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah,
maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih
membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah
ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya”. (Hadits Shahih
Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Darimi, Ibnu Jarud dan
Baihaqi).
3.
Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam
Al-Qur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian), jika
suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana
firman Allah dalam ayat berikut :
“Artinya
: Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan
cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu
mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali
kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka
tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk
menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya.
Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang
dhalim”. (Al-Baqarah : 229).
Yakni
keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari’at Allah. Dan dibenarkan rujuk
(kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah.
Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah lanjutan ayat di atas :
“Artinya
: Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka
perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dikawin dengan suami yang lain.
Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi
keduanya (bekas suami yang pertama dan istri) untuk kawin kembali, jika
keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah
hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui “.
(Al-Baqarah : 230).
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan
adalah agar suami istri melaksanakan syari’at Islam dalam rumah tangganya.
Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah WAJIB. Oleh karena
itu setiap muslim dan muslimah yang ingin membina rumah tangga yang Islami,
maka ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan
yang ideal :
a. Harus Kafa’ah
b. Shalihah
a. Harus Kafa’ah
b. Shalihah
a. Kafa’ah Menurut Konsep Islam
Pengaruh materialisme telah banyak menimpa orang tua. Tidak sedikit zaman sekarang ini orang tua yang memiliki pemikiran, bahwa di dalam mencari calon jodoh putra-putrinya, selalu mempertimbangkan keseimbangan kedudukan, status sosial dan keturunan saja. Sementara pertimbangan agama kurang mendapat perhatian. Masalah Kufu’ (sederajat, sepadan) hanya diukur lewat materi saja.
Pengaruh materialisme telah banyak menimpa orang tua. Tidak sedikit zaman sekarang ini orang tua yang memiliki pemikiran, bahwa di dalam mencari calon jodoh putra-putrinya, selalu mempertimbangkan keseimbangan kedudukan, status sosial dan keturunan saja. Sementara pertimbangan agama kurang mendapat perhatian. Masalah Kufu’ (sederajat, sepadan) hanya diukur lewat materi saja.
Menurut Islam, Kafa’ah atau kesamaan,
kesepadanan atau sederajat dalam perkawinan, dipandang sangat penting karena
dengan adanya kesamaan antara kedua suami istri itu, maka usaha untuk
mendirikan dan membina rumah tangga yang Islami inysa Allah akan terwujud. Tetapi kafa’ah menurut Islam
hanya diukur dengan kualitas iman dan taqwa serta ahlaq seseorang,
bukan status sosial, keturunan dan lain-lainnya. Allah memandang sama derajat
seseorang baik itu orang Arab maupun non Arab, miskin atau kaya. Tidak ada
perbedaan dari keduanya melainkan derajat taqwanya (Al-Hujuraat : 13).
“Artinya
: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
di sisi Allah ialah orang-orang yang paling bertaqwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Al-Hujuraat : 13).
Dan
mereka tetap sekufu’ dan tidak ada halangan bagi mereka untuk menikah satu sama
lainnya. Wajib bagi para orang tua, pemuda dan pemudi yang masih berfaham
materialis dan mempertahankan adat istiadat wajib mereka meninggalkannya dan
kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang Shahih. Sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Artinya
: Wanita dikawini karena empat hal : Karena hartanya, karena keturunannya,
karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih karena
agamanya (ke-Islamannya), sebab kalau tidak demikian, niscaya kamu akan
celaka”. (Hadits Shahi Riwayat Bukhari 6:123, Muslim 4:175).
b. Memilih Yang Shalihah
Orang yang mau nikah harus memilih wanita yang shalihah dan wanita harus memilih laki-laki yang shalih.
Menurut Al-Qur’an wanita yang shalihah ialah :
Orang yang mau nikah harus memilih wanita yang shalihah dan wanita harus memilih laki-laki yang shalih.
Menurut Al-Qur’an wanita yang shalihah ialah :
“Artinya
: Wanita yang shalihah ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri bila
suami tidak ada, sebagaimana Allah telah memelihara (mereka)”. (An-Nisaa : 34).
Menurut
Al-Qur’an dan Al-Hadits yang Shahih di antara ciri-ciri wanita yang shalihah
ialah :
“Ta’at
kepada Allah, Ta’at kepada Rasul, Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya
dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti wanita jahiliyah (Al-Ahzab
: 32), Tidak berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahram, Ta’at kepada
kedua Orang Tua dalam kebaikan, Ta’at kepada suami dan baik kepada tetangganya
dan lain sebagainya”.
Bila
kriteria ini dipenuhi Insya Allah rumah tangga yang Islami akan terwujud.
Sebagai tambahan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk
memilih wanita yang peranak dan penyayang agar dapat melahirkan generasi
penerus umat.
4.
Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
Menurut
konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik
kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu
lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal
shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah
(sedekah).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya
: Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah !.
Mendengar sabda Rasulullah para shahabat keheranan dan bertanya : “Wahai
Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan
mendapat pahala ?” Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab : “Bagaimana
menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya,
bukankah mereka berdosa .? Jawab para shahabat :”Ya, benar”. Beliau bersabda
lagi : “Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang
halal), mereka akan memperoleh pahala !”. (Hadits Shahih Riwayat Muslim 3:82,
Ahmad 5:1167-168 dan Nasa’i dengan sanad yang Shahih).
5.
Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih
Tujuan
perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam,
Allah berfirman :
“Artinya
: Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan
menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan
memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang
bathil dan mengingkari nikmat Allah ?”. (An-Nahl : 72).
Dan
yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh anak,
tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari
anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah.
Tentunya
keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam
yang benar. Kita sebutkan demikian karena banyak “Lembaga Pendidikan Islam”,
tetapi isi dan caranya tidak Islami. Sehingga banyak kita lihat anak-anak kaum
muslimin tidak memiliki ahlaq Islami, diakibatkan karena pendidikan yang salah.
Oleh karena itu suami istri bertanggung jawab mendidik, mengajar, dan
mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang benar.
Tentang
tujuan perkawinan dalam Islam, Islam juga memandang bahwa pembentukan keluarga
itu sebagai salah satu jalan untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih
besar yang meliputi berbagai aspek kemasyarakatan berdasarkan Islam yang akan
mempunyai pengaruh besar dan mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi
umat Islam.
1.Menikah
dengan orang kafir,musyrik,ahli kitab
2.Menikah
dengan pelacur,wanita hamil
3.Pernikahan
dalam masa idah cerai atau kematian
4.Poliandri
5.Poligami lebih dari empat
6.Pernikahan
ketika ihram
7.Pernilahan /rujuk tanpa saksi
8.Pernikahan
tanpa mahar
9.
Nikah Syigar
10.Nikah
Mut’ah
11.Memadu
duawanita bersaudara
12.Pernikahan
dengan anak atau hbu tiri
13.Pernikahan
dengan mertua atau menantu
14.Pernikahan
sedarah atau se-persusuan Bagi orang yang terlanjur melakukan hal-hal di atas,
penyelesaiannya adalah sbb : 1. Ia dijatuhi hukuman sesuai dengan ketentuan
syariat islam bila hukum islam berjalan. 2. Bila ketentuan hukum islam tidak
berjalan,ia walib bertobat dan meninggalkan perbuatannya.Dengan demikian
pernikahan wajib di putuskan karena tidak sah. Penjelasan lebih lengkap satu
persatunya akan di jelaskan di lain waktu lain. INSYAALLAH.
Pernikahan siri sering
diartikan oleh masyarakat umum dengan; Pertama; pernikahan tanpa
wali. Pernikahan semacam ini dilakukan secara rahasia (siri) dikarenakan pihak
wali perempuan tidak setuju; atau karena menganggap absah pernikahan tanpa
wali; atau hanya karena ingin memuaskan nafsu syahwat belaka tanpa mengindahkan
lagi ketentuan-ketentuan syariat; kedua, pernikahan yang sah secara
agama namun tidak dicatatkan dalam lembaga pencatatan negara. Banyak faktor
yang menyebabkan seseorang tidak mencatatkan pernikahannya di lembaga
pencatatan sipil negara. Ada yang karena faktor biaya, alias tidak mampu
membayar administrasi pencatatan; ada pula yang disebabkan karena takut
ketahuan melanggar aturan yang melarang pegawai negeri nikah lebih dari satu;
dan lain sebagainya. Ketiga, pernikahan yang dirahasiakan karena
pertimbangan-pertimbangan tertentu; misalnya karena takut mendapatkan stigma
negatif dari masyarakat yang terlanjur menganggap tabu pernikahan siri; atau
karena pertimbangan-pertimbangan rumit yang memaksa seseorang untuk
merahasiakan pernikahannya.
Adapun hukum syariat
atas ketiga fakta tersebut adalah sebagai berikut.
Hukum Pernikahan Tanpa
Wali
Adapun mengenai fakta
pertama, yakni pernikahan tanpa wali; sesungguhnya Islam telah melarang
seorang wanita menikah tanpa wali. Ketentuan semacam ini didasarkan pada sebuah
hadits yang dituturkan dari sahabat Abu Musa ra; bahwasanya Rasulullah saw
bersabda;
لا نكاح إلا بولي
“Tidak sah suatu
pernikahan tanpa seorang wali.” [HR yang lima kecuali Imam An Nasaaiy, lihat, Imam Asy
Syaukani, Nailul Authar VI: 230 hadits ke 2648].
Berdasarkan dalalah
al-iqtidla’, kata ”laa” pada hadits menunjukkan pengertian ‘tidak sah’,
bukan sekedar ’tidak sempurna’ sebagaimana pendapat sebagian ahli fikih. Makna
semacam ini dipertegas dan diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah
ra, bahwasanya Rasulullah saw pernah bersabda:
أيما امرأة نكحت بغير إذن وليها فنكاحها باطل,
فنكاحها باطل , فنكاحها باطل
“Wanita mana pun yang
menikah tanpa mendapat izin walinya, maka pernikahannya batil; pernikahannya
batil; pernikahannya batil”.[HR yang lima kecuali Imam An Nasaaiy. Lihat, Imam Asy
Syaukaniy, Nailul Authar VI: 230 hadits ke 2649].
Abu Hurayrah ra juga
meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
لا تزوج المرأة المرأة لا تزوج نفسها فإن
الزانية هي التي تزوج نفسها
”Seorang wanita tidak
boleh menikahkan wanita lainnya. Seorang wanita juga tidak berhak menikahkan
dirinya sendiri. Sebab, sesungguhnya wanita pezina itu adalah (seorang wanita)
yang menikahkan dirinya sendiri”. (HR Ibn Majah dan Ad Daruquthniy. Lihat, Imam Asy Syaukaniy,
Nailul Authar VI: 231 hadits ke 2649)
Berdasarkan
hadits-hadits di atas dapatlah disimpulkan bahwa pernikahan tanpa wali adalah
pernikahan batil. Pelakunya telah melakukan maksiyat kepada Allah swt, dan
berhak mendapatkan sanksi di dunia. Hanya saja, syariat belum menetapkan bentuk
dan kadar sanksi bagi orang-orang yang terlibat dalam pernikahan tanpa wali.
Oleh karena itu, kasus pernikahan tanpa wali dimasukkan ke dalam bab ta’zir,
dan keputusan mengenai bentuk dan kadar sanksinya diserahkan sepenuhnya kepada
seorang qadliy (hakim). Seorang hakim boleh menetapkan sanksi penjara,
pengasingan, dan lain sebagainya kepada pelaku pernikahan tanpa wali.
Nikah Tanpa Dicatatkan
Pada Lembaga Pencatatan Sipil
Adapun fakta pernikahan
siri kedua, yakni pernikahan yang sah menurut ketentuan syariat namun tidak
dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil; sesungguhnya ada dua hukum yang harus
dikaji secara berbeda; yakni (1) hukum pernikahannya; dan (2) hukum tidak
mencatatkan pernikahan di lembaga pencatatan negara
Dari aspek
pernikahannya, nikah siri tetap sah menurut ketentuan syariat, dan pelakunya
tidak boleh dianggap melakukan tindak kemaksiyatan, sehingga berhak dijatuhi
sanksi hukum. Pasalnya, suatu perbuatan baru dianggap kemaksiyatan dan berhak
dijatuhi sanksi di dunia dan di akherat, ketika perbuatan tersebut terkategori
”mengerjakan yang haram” dan ”meninggalkan yang wajib”. Seseorang baru absah
dinyatakan melakukan kemaksiyatan ketika ia telah mengerjakan perbuatan yang
haram, atau meninggalkan kewajiban yang telah ditetapkan oleh syariat.
Begitu pula orang yang
meninggalkan atau mengerjakan perbuatan-perbuatan yang berhukum sunnah, mubah,
dan makruh, maka orang tersebut tidak boleh dinyatakan telah melakukan
kemaksiyatan; sehingga berhak mendapatkan sanksi di dunia maupun di akherat.
Untuk itu, seorang qadliy tidak boleh menjatuhkan sanksi kepada orang-orang
yang meninggalkan perbuatan sunnah, dan mubah; atau mengerjakan perbuatan mubah
atau makruh.
Seseorang baru berhak
dijatuhi sanksi hukum di dunia ketika orang tersebut; pertama,
meninggalkan kewajiban, seperti meninggalkan sholat, jihad, dan lain
sebagainya; kedua, mengerjakan tindak haram, seperti minum khamer dan
mencaci Rasul saw, dan lain sebagainya; ketiga, melanggar
aturan-aturan administrasi negara, seperti melanggar peraturan lalu lintas,
perijinan mendirikan bangunan, dan aturan-aturan lain yang telah ditetapkan
oleh negara.
Berdasarkan keterangan
dapat disimpulkan; pernikahan yang tidak dicatatkan di lembaga pencatatan
negara tidak boleh dianggap sebagai tindakan kriminal sehingga pelakunya berhak
mendapatkan dosa dan sanksi di dunia. Pasalnya, pernikahan yang ia lakukan
telah memenuhi rukun-rukun pernikahan yang digariskan oleh Allah swt. Adapun
rukun-rukun pernikahan adalah sebagai berikut; (1) wali, (2) dua orang saksi,
dan (3) ijab qabul. Jika tiga hal ini telah dipenuhi, maka pernikahan seseorang
dianggap sah secara syariat walaupun tidak dicatatkan dalam pencatatan sipil.
Adapun berkaitan hukum
tidak mencatatkan pernikahan di lembaga pencatatan negara, maka kasus ini dapat
dirinci sebagai berikut.
Pertama, pada dasarnya, fungsi pencatatan pernikahan
pada lembaga pencatatan sipil adalah agar seseorang memiliki alat bukti
(bayyinah) untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar telah melakukan
pernikahan dengan orang lain. Sebab, salah bukti yang dianggap absah sebagai
bukti syar’iy (bayyinah syar’iyyah) adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh
negara. Ketika pernikahan dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil, tentunya
seseorang telah memiliki sebuah dokumen resmi yang bisa ia dijadikan sebagai
alat bukti (bayyinah) di hadapan majelis peradilan, ketika ada sengketa
yang berkaitan dengan pernikahan, maupun sengketa yang lahir akibat pernikahan,
seperti waris, hak asuh anak, perceraian, nafkah, dan lain sebagainya. Hanya
saja, dokumen resmi yang dikeluarkan oleh negara, bukanlah satu-satunya alat
bukti syar’iy. Kesaksian dari saksi-saksi pernikahan atau orang-orang yang
menyaksikan pernikahan, juga absah dan harus diakui oleh negara sebagai alat
bukti syar’iy. Negara tidak boleh menetapkan bahwa satu-satunya alat bukti
untuk membuktikan keabsahan pernikahan seseorang adalah dokumen tertulis.
Pasalnya, syariat telah menetapkan keabsahan alat bukti lain selain dokumen
tertulis, seperti kesaksian saksi, sumpah, pengakuan (iqrar), dan lain
sebagainya. Berdasarkan penjelasan ini dapatlah disimpulkan bahwa, orang yang
menikah siri tetap memiliki hubungan pewarisan yang sah, dan hubungan-hubungan
lain yang lahir dari pernikahan. Selain itu, kesaksian dari saksi-saksi yang
menghadiri pernikahan siri tersebut sah dan harus diakui sebagai alat bukti
syar’iy. Negara tidak boleh menolak kesaksian mereka hanya karena pernikahan
tersebut tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil; atau tidak mengakui
hubungan pewarisan, nasab, dan hubungan-hubungan lain yang lahir dari pernikahan
siri tersebut.
Kedua, pada era keemasan Islam, di mana sistem
pencatatan telah berkembang dengan pesat dan maju, tidak pernah kita jumpai
satupun pemerintahan Islam yang mempidanakan orang-orang yang melakukan
pernikahan yang tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan resmi negara. Lebih
dari itu, kebanyakan masyarakat pada saat itu, melakukan pernikahan tanpa
dicatat di lembaga pencatatan sipil. Tidak bisa dinyatakan bahwa pada saat itu
lembaga pencatatan belum berkembang, dan keadaan masyarakat saat itu belumnya
sekompleks keadaan masyarakat sekarang. Pasalnya, para penguasa dan ulama-ulama
kaum Muslim saat itu memahami bahwa hukum asal pencatatan pernikahan bukanlah
wajib, akan tetapi mubah. Mereka juga memahami bahwa pembuktian syar’iy bukan
hanya dokumen tertulis.
Nabi saw sendiri
melakukan pernikahan, namun kita tidak pernah menemukan riwayat bahwa melakukan
pencatatan atas pernikahan beliau, atau beliau mewajibkan para shahabat untuk
mencatatkan pernikahan mereka; walaupun perintah untuk menulis (mencatat)
beberapa muamalah telah disebutkan di dalam al-Quran, misalnya firman Allah
swt;
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا
تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ
بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا
عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ
وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا فَإِنْ كَانَ الَّذِي
عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ
فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ
رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ
تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا
الْأُخْرَى وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا وَلَا تَسْأَمُوا أَنْ
تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَى أَجَلِهِ ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ
اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلَّا تَرْتَابُوا إِلَّا أَنْ
تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ
فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تَكْتُبُوهَا وَأَشْهِدُوا إِذَا
تَبَايَعْتُمْ وَلَا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ
فُسُوقٌ بِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ
شَيْءٍ عَلِيمٌ
”Hai orang-orang
yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di
antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia
menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan
ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia
mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang
lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu
mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki diantaramu). Jika
tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan
dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi
mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila
mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun
besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi
Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak
(menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah mu`amalahmu itu), kecuali jika mu`amalah
itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi
kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual
beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu
lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada
dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu”.[TQS AL Baqarah (2):
Ketiga, dalam khazanah peradilan Islam, memang
benar, negara berhak menjatuhkan sanksi mukhalafat kepada orang yang melakukan
tindakan mukhalafat. Pasalnya, negara (dalam hal ini seorang
Khalifah dan orang yang diangkatnya) mempunyai hak untuk menetapkan
aturan-aturan tertentu untuk mengatur urusan-urusan rakyat yang belum
ditetapkan ketentuan dan tata cara pengaturannya oleh syariat; seperti urusan
lalu lintas, pembangunan rumah, eksplorasi, dan lain sebagainya. Khalifah
memiliki hak dan berwenang mengatur urusan-urusan semacam ini berdasarkan
ijtihadnya. Aturan yang ditetapkan oleh khalifah atau qadliy dalam
perkara-perkara semacam ini wajib ditaati dan dilaksanakan oleh rakyat. Siapa
saja yang melanggar ketetapan khalifah dalam urusan-urusan tersebut, maka ia
telah terjatuh dalam tindakan mukhalafat dan berhak mendapatkan sanksi mukhalafat.
Misalnya, seorang khalifah berhak menetapkan jarak halaman rumah dan
jalan-jalan umum, dan melarang masyarakat untuk membangun atau menanam di
sampingnya pada jarak sekian meter. Jika seseorang melanggar ketentuan
tersebut, khalifah boleh memberi sanksi kepadanya dengan denda, cambuk,
penjara, dan lain sebagainya.
Khalifah juga memiliki
kewenangan untuk menetapkan takaran, timbangan, serta ukuran-ukuran khusus
untuk pengaturan urusan jual beli dan perdagangan. Ia berhak untuk menjatuhkan
sanksi bagi orang yang melanggar perintahnya dalam hal tersebut. Khalifah juga
memiliki kewenangan untuk menetapkan aturan-aturan tertentu untuk kafe-kafe,
hotel-hotel, tempat penyewaan permainan, dan tempat-tempat umum lainnya; dan ia
berhak memberi sanksi bagi orang yang melanggar aturan-aturan tersebut.
Demikian juga dalam
hal pengaturan urusan pernikahan. Khalifah boleh saja menetapkan aturan-aturan
administrasi tertentu untuk mengatur urusan pernikahan; misalnya, aturan yang
mengharuskan orang-orang yang menikah untuk mencatatkan pernikahannya di
lembaga pencatatan resmi negara, dan lain sebagainya. Aturan semacam ini wajib
ditaati dan dilaksanakan oleh rakyat. Untuk itu, negara berhak memberikan
sanksi bagi orang yang tidak mencatatkan pernikahannya ke lembaga pencatatan
negara. Pasalnya, orang yang tidak mencatatkan pernikahannya di lembaga
pencatatan negara -- padahal negara telah menetapkan aturan tersebut—telah
terjatuh pada tindakan mukhalafat. Bentuk dan kadar sanksi
mukhalafat diserahkan sepenuhnya kepada khalifah dan orang yang diberinya
kewenangan.
Yang menjadi catatan
di sini adalah, pihak yang secara syar’iy absah menjatuhkan sanksi mukhalafat hanyalah
seorang khalifah yang dibai’at oleh kaum Muslim, dan orang yang ditunjuk oleh
khalifah. Selain khalifah, atau orang-orang yang ditunjuknya, tidak memiliki
hak dan kewenangan untuk menjatuhkan sanksi mukhalafat. Atas dasar itu, kepala
negara yang tidak memiliki aqad bai’at dengan rakyat, maka kepala negara
semacam ini tidak absah menjatuhkan sanksi mukhalafat kepada rakyatnya. Sebab,
seseorang baru berhak ditaati dan dianggap sebagai kepala negara jika rakyat
telah membai’atnya dengan bai’at in’iqad dan taat. Adapun
orang yang menjadi kepala negara tanpa melalui proses bai’at dari rakyat
(in’iqad dan taat), maka ia bukanlah penguasa yang sah, dan rakyat tidak
memiliki kewajiban untuk mentaati dan mendengarkan perintahnya. Lebih-lebih
lagi jika para penguasa itu adalah para penguasa yang menerapkan sistem kufur
alas demokrasi dan sekulerisme, maka rakyat justru tidak diperkenankan
memberikan ketaatan kepada mereka.
Keempat, jika pernikahan siri dilakukan karena faktor
biaya; maka pada kasus semacam ini negara tidak boleh mempidanakan dan
menjatuhkan sanksi mukhalafat kepada pelakunya. Pasalnya, orang tersebut tidak
mencatatkan pernikahannya dikarenakan ketidakmampuannya; sedangkan syariat
tidak membebani seseorang di luar batas kemampuannya. Oleh karena itu, Negara
tidak boleh mempidanakan orang tersebut, bahkan wajib memberikan pelayanan
pencatatan gratis kepada orang-orang yang tidak mampu mencatatkan pernikahannya
di lembaga pencatatan Negara.
Kelima, pada dasarnya, Nabi saw telah mendorong
umatnya untuk menyebarluaskan pernikahan dengan menyelenggarakan walimatul
‘ursy. Anjuran untuk melakukan walimah, walaupun tidak sampai berhukum
wajib akan tetapi nabi sangat menganjurkan (sunnah muakkadah). Nabi saw
bersabda;
حَدَّثَنَا أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ
“Adakah walimah
walaupun dengan seekor kambing”.[HR. Imam Bukhari dan Muslim]
Banyak hal-hal positif
yang dapat diraih seseorang dari penyiaran pernikahan; di antaranya adalah ;
(1) untuk mencegah munculnya fitnah di tengah-tengah masyarakat; (2) memudahkan
masyarakat untuk memberikan kesaksiannya, jika kelak ada persoalan-persoalan
yang menyangkut kedua mempelai; (3) memudahkan untuk mengidentifikasi apakah
seseorang sudah menikah atau belum.
Hal semacam ini
tentunya berbeda dengan pernikahan yang tidak disiarkan, atau dirahasiakan
(siri). Selain akan menyebabkan munculnya fitnah; misalnya jika perempuan yang
dinikahi siri hamil, maka akan muncul dugaan-dugaan negatif dari masyarakat
terhadap perempuan tersebut; pernikahan siri juga akan menyulitkan pelakunya
ketika dimintai persaksian mengenai pernikahannya. Jika ia tidak memiliki
dokumen resmi, maka dalam semua kasus yang membutuhkan persaksian, ia harus
menghadirkan saksi-saksi pernikahan sirinya; dan hal ini tentunya akan sangat
menyulitkan dirinya. Atas dasar itu, anjuran untuk mencatatkan pernikahan di
lembaga pencatatan negara menjadi relevan, demi mewujudkan kemudahan-kemudahan
bagi suami isteri dan masyarakat serta untuk mencegah adanya fitnah.
Bahaya Terselubung
Surat Nikah
Walaupun pencatatan
pernikahan bisa memberikan implikasi-implikasi positif bagi masyarakat, hanya
saja keberadaan surat nikah acapkali juga membuka ruang bagi munculnya
praktek-praktek menyimpang di tengah masyarakat. Lebih-lebih lagi, pengetahuan
masyarakat tentang aturan-aturan Islam dalam hal pernikahan, talak, dan
hukum-hukum ijtimaa’iy sangatlah rendah, bahwa mayoritas tidak mengetahui sama
sekali. Diantara praktek-praktek menyimpang dengan mengatasnamakan surat nikah
adalah;
Pertama, ada seorang suami mentalak isterinya
sebanyak tiga kali, namun tidak melaporkan kasus perceraiannya kepada
pengadilan agama, sehingga keduanya masih memegang surat nikah. Ketika terjadi
sengketa waris atau anak, atau sengketa-sengketa lain, salah satu pihak
mengklaim masih memiliki ikatan pernikahan yang sah, dengan menyodorkan bukti
surat nikah. Padahal, keduanya secara syar’iy benar-benar sudah tidak lagi menjadi
suami isteri.
Kedua, surat nikah kadang-kadang dijadikan alat
untuk melegalkan perzinaan atau hubungan tidak syar’iy antara suami isteri yang
sudah bercerai. Kasus ini terjadi ketika suami isteri telah bercerai, namun
tidak melaporkan perceraiannya kepada pengadilan agama, sehingga masih memegang
surat nikah. Ketika suami isteri itu merajut kembali hubungan suami isteri
–padahal mereka sudah bercerai–, maka mereka akan terus merasa aman dengan
perbuatan keji mereka dengan berlindung kepada surat nikah. Sewaktu-waktu jika
ia tertangkap tangan sedang melakukan perbuatan keji, keduanya bisa berdalih
bahwa mereka masih memiliki hubungan suami isteri dengan menunjukkan surat
nikah.
Inilah beberapa bahaya
terselubung di balik surat nikah. Oleh karena itu, penguasa tidak cukup
menghimbau masyarakat untuk mencatatkan pernikahannya pada lembaga pencatatan
sipil negara, akan tetapi juga berkewajiban mendidik masyarakat dengan hukum
syariat –agar masyarakat semakin memahami hukum syariat–, dan mengawasi dengan ketat
penggunaan dan peredaran surat nikah di tengah-tengah masyarakat, agar surat
nikah tidak justru disalahgunakan.
Selain itu, penguasa
juga harus memecahkan persoalan perceraian yang tidak dilaporkan di pengadilan
agama, agar status hubungan suami isteri yang telah bercerai menjadi jelas.
Langganan:
Postingan (Atom)
Diberdayakan oleh Blogger.