Penyimpangan aqidah
Penyimpangan dari akidah yg benar adl kehancuran dan
kesesatan. Karena akidah yg benar merupakan motivator utama bagi amal yg
bermanfaat. Tanpa akidah yg benar seseorang akan menjadi mangsa bagi
persangkaan dan keragu-raguan yg lama-kelamaan mungkin menumpuk dan menghalangi
dari pandangan yg benar terhadap jalan hidup kebahagiaan.
Semua orang yang berakal sehat tentu sepakat kalau penyimpangan
terhadap hal apapun adalah sesuatu yang negatif dan tidak dapat dibenarkan.
Apalagi kalau penyimpangan tersebut terjadi terhadap hal-hal yang prinsip
seperti penyimpangan terhadap akidah.
Perlu kita ketahui bahwa penyimpangan terhadap akidah dalam Islam
merupakan persoalan yang sangat besar dan tidak dapat dianggap sepele karena
dapat menyebabkan para pelakunya dan orang-orang yang mendukung berlangsungnya
penyimpangan terhadapnya keluar dari agama Islam itu sendiri.
Akidah dalam Islam merupakan perkara yang sangat menentukan
kehidupan dan kebahagian seseorang di dunia dan terlebih di akhirat kelak.
Karena Akidah yang shahih merupakan landasan/ asas agama Islam dan menjadi
syarat mutlak sah dan diterimanya amal yang dilakukan oleh seorang muslim. Dan
manusia tanpa akidah yang benar akan selalu dihantui dan menjadi mangsa
keragu-raguan yang akan menutup pandangannya untuk menggapai kebahagian hidup
yang hakiki dan sebaliknya dia akan menjalani kehidupan yang sempit lagi
menyiksa meskipun ia hidup bergelimangan harta dan memiliki fasilitas-fasilitas
hidup yang serba mewah.
Hal ini menunjukkan betapa penting dan wajibnya bagi setiap muslim
untuk mengetahui dan mempelajari hal-hal tentang akidah yang shahih. Dan juga
tak kalah pentingnya bagi mereka perlunya mengetahui sebab-sebab yang
menyebabkan seseorang terjerumus ke dalam penyimpangan akidah yang benar
tersebut dan bagaimana cara menanggulanginya.
Sebab-sebab terjadinya penyimpangan terhadap akidah yang shahih:
·
Minimnya pengetahuan seseorang tentang akidah yang benar.
Hal ini disebabkan karena
keengganan mereka untuk mempelajarinya. Begitu juga kurangnya perhatian mereka
terhadap akidah, akibatnya tumbuhlah generasi yang tidak mengerti akidah yang
benar dan mana aqidah yang sesat. Sehingga mereka pun meyakini yang hak (benar)
itu sebagai sesuatu yang batil dan yang batil itu dianggap sebagai yang hak.
Sebagaimana Umar bin khattab radhiallahu Allah Subhaanahu Wata’aala Allah
Subhaanahu Wata’aala Allah Subhaanahu Wata’aala ‘anhu berkata, “Sesungguhnya ikatan Islam akan
terlepas/ hancur satu demi satu, apabila di dalam Islam tumbuh orang yang tidak
mengenal kejahiliyahan.”
·
Ta’ashshub (fanatik) kepada sesuatu yang
diwarisi dari orang tua dan nenek moyangnya, meskipun hal itu batil dan
mencampakkan apa yang menyalahinya, sekalipun hal itu adalah benar.
Sebagaimana yang difirmankan
Allah subhanahu wata’ala, artinya, ”Dan
apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,”
mereka menjawab, “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa telah kami dapati
dari (perbuatan) nenek-moyang kami.” (Apakah mereka akan mengikuti juga), walau
pun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat
petunjuk?” (QS. al-Baqarah:
170).
·
Taqlid buta (ikut-ikutan secara buta).
Yaitu dengan mengambil pendapat manusia sebagaihujjah dan sumber dalam masalah akidah tanpa
mengetahui dalilnya dan tanpa meneliti seberapa jauh kebenarannya.
Sebagaimana fenomena yang
terjadi saat ini banyak kaum muslimin yang bertaqlid kepada para ulama sesat,
sehingga mereka pun menjadi sesat dan menyimpang dari aqidah yang shahih
(benar).
·
Ghuluw (berlebihan) dalam mencintai
para wali dan orang-orang shalih, dan mengangkat mereka di atas derajat yang
semestinya dengan meyakini pada diri mereka terdapat sesuatu yang tidak mampu
dilakukan kecuali oleh Allah subhanahu wata’ala, seperti mampu mendatangkan kemanfaatan
dan menolak kemudharatan (malapetaka).
Serta menjadikan mereka sebagai
perantara antara Allah subhanahu wata’ala dan makhluk-Nya, sehingga mereka pun
akhirnya menyembah para wali/ orang-orang shalih tersebut selain Allah
subhanahu wata’ala. Dan mendekatkan diri (taqarrub) kepada kuburan mereka dengan
menyembelih hewan qurban, nadzar, do’a, dan meminta pertolongan di sana.
Sebagaimana yang terjadi pada para penyembah kuburan di berbagai negri sekarang
ini. (Lihat: Az-Zumar: 3)
·
Ghaflah (lalai) dalam merenungi
ayat-ayat Allah subhanahu wata’ala yang terhampar di jagat raya ini (ayat-ayat
kauniyah) dan ayat-ayat Allah subhanahu wata’ala yang terdapat dalam Al-Qur’an
(ayat-ayat Qur’aniyah).
Dan terbuai dalam pengagungan
terhadap teknologi dan kebudayaan, sampai-sampai mengira bahwa itu semua adalah
hasil kreasi dan jerih payah manusia semata. Mereka lupa dan tidak berpikir
siapa yang telah menciptakan mereka dan yang telah memberikan mereka keahlian
dan kecerdasan sehingga mampu berkreasi ini dan sebagainya. Sebagaimana
kesombongan Qarun yang dikisahkan Allah subhanahu wata’ala di dalam firman-Nya,
artinya, “Sesungguhnya aku
hanya dikaruniai harta itu, karena ilmu (kecerdasan) yang ada padaku.” (QS. al-Qashash: 78). Dan sebagaimana
firman Allah subhanahu wata’ala yang lainnya, artinya, “Padahal Allah lah yang
menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.” (QS. ash-Shaffat: 96). Dan firman
Allah subhanahu wata’ala, artinya, “Dan
apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala yang
diciptakan Allah,…” (QS.
al-A’raf: 185).
·
Orang tua yang menyimpang dari Akidah yang benar.
Sehingga anak-anak mereka pun
terdidik dan terbimbing dalam pendidikan dan bimbingan yang menyimpang pula.
Dan akhirnya mereka tumbuh menjadi anak-anak yang tidak mengerti aqidah yang
benar. Ini menunjukkan betapa besarnya peranan orang tua dalam meluruskan jalan
hidup anak-anaknya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,“Setiap
bayi itu dilahirkan atas dasar fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang (kemudian)
membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. al-Bukhari).
·
Kurangnya perhatian Media/ sarana informasi dan pendidikan
terhadap pendidikan agama Islam khususnya dalam masalah penanaman akidah yang
benar dan pelurusan moral manusia serta memerangi pemikiran-pemikiran/
aliran-aliran yang menyimpang.
Bahkan sebagian besar tidak
peduli sama sekali. Yang tampak saat ini kontribusi yang diberikan adalah
sebagai sarana perusak dan penghancur moral dan akidah umat Islam.
Cara-Cara Menanggulangi Penyimpangan terhadap Akidah.
Di antara cara-cara menanggulangi penyimpangan di atas sebagai
berikut:
·
Kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallhu ‘alaihi
wasallam di dalam mempelajari Akidah yang benar.
Sebagaimana para Salaf Shalih
mengambil dan mempelajari akidah mereka dari keduanya. Begitu juga dengan
mengaji aqidah golongan-golongan/ aliran-aliran sesat dan mengenalsyubhat (kerancuan/ penyimpangan) mereka,
untuk kita bantah dan kita waspadai, karena siapa saja yang tidak mengenal
keburukan/ kejahatan, ia dikhawatirkan terjerumus ke dalamnya, tanpa ia sadari.
·
Memberi perhatian pada pengajaran akidah yang benar, akidah
as-Salaf ash-Shalih di berbagai jenjang pendidikan dan memberi jam pelajaran
yang cukup pada materi tersebut.
·
Menentukan dan menetapkan kitab-kitab Ahlus Sunnah yang bersih dan
murni sebagai materi pelajaran dan menjauhi kitab-kitab aliran/ kelompok sesat.
·
Menyebar atau mengutus para da’i Ahlus Sunnah untuk menjelaskan
akidah yang benar kepada umat Islam serta mampu menjawab tantangan dan
persoalan-persoalan mereka dan menolak akidah yang menyimpang lagi menyesatkan.