Tentang hubungan hukum
internasional dan hukum nasional terdapat dua teori yang utama. Yakni teori
monoisme dan dualisme. Teori monoisme menyatakan bahwa hukum internasional dan
hukum nasional masing – masing merupakan dua aspek dari satu sistem hukum.
Struktur hukum intern menetapkan bahwa hukum mengikat individu secara
menyatakan bahwa hukum internasional dan hukum nasional masing – masing
merupakan dua sistem hukum yang berbeda secara intrinsik. Triepel menyatakan
bahwa hukum internasional berbeda dengan hukum nasional karena berbeda subyek
dan sumbernya. (Sugeng Istanto, 1994 : 8)perorangan dan secara kolektif. Hukum
internasional mengikat individu secara kolektif sedangkan hukum nasional
mengikat individu secara perorangan. Teori dualisme
Selain teori monoisme dan
dualisme diatas terdapat juga teori koordinasi yang bisa dikatakan
sebagai kelompok moderat. Teori ini beranggapan apabila hukum
internasional memiliki lapangan berbeda sebagaimana hukum nasional, sehingga
kedua sistem hukum tersebut memiliki keutamaan di wilayah kerjanya masing –
masing. Kelompok ini beranggapan hukum internasional dengan hukum nasional
tidak bisa dikatakan terdapat masalah pengutamaan. Masing – masing berlaku
dalam eranya sendiri. Oleh karena itu tidak ada yang lebih tinggi atau lebih
rendah diantara hukum internasional atau hukum nasional. Anzilotti berpahaman
bahwa hukum nasional ditujukan untuk ditaati sedangkan hukum internasional
dibentuk dengan dasar persetujuan yang dibuat antar Negara ditujukan untuk
dihormati. Pemahaman anzilotti ini pada saat ini sangat diragukan. Karena jika
hukum internasional hanya didasarkan pada persetujuan, sebagaimana tercermin
dalam prinsip pacta sunt servanda, maka persoalan – persoalan yang
bersama dan mendesak seperti perlindungan terhadap lingkungan dan HAM akan
menemui jalan buntu. Dengan demikiann, perbedaan antara hukum nasional dan
hukum internasional sebagaimana yang dikemukakan oleh kelompok dualisme
tersebut diatas untuk kurun waktu sekarang ini sudah tidak relevan lagi. Hal
ini disebatkan karena sudah terjadi perubahan dan perkembangan yang sangat
mendasar atas struktur masyarakat internasional maupun hukum internasional itu
sendiri.
Berbicara mengenai hal
hubungan antara hukum internasional dengan hukum nasional terdapat dua aspek
yang perlu dibahas, yaitu yang pertama adalah aspek teoritis dan aspek praktis.
Pada aspek teoritis negara dapat menganut salah satu dari dua paham baik teori
dualisme atau monisme. pada hubungan antara hukum internasional dengan hukum
nasional. Paham dualisme adalah perpanjangan tangan dari positivisme klasik
yang malandaskan kaedah hukum internasional atas dasar kehendak mutlak negara
sebagai personalitas internasional. Dualisme memandang bahwa sistem hukum
internasional sama sekali terpisah dari sistem hukum nasional, keduanya
mempunyai posisi yang berbeda. Ada dua perbedaan fundamental dari kedua sistem
hukum tersebut, yaitu; Subyek hukum, subyek hukum nasional adalah
individu-individu, sedangkan subyek hukum internasional adalah negara-negara.
Sumber hukum, sumber hukum nasional adalah kehendak negara tersebut secara
mutlak yang dikeluarkan oleh badan legislatif negara dan harus ditaati,
sedangkan sumber hukum internasional adalah kehendak bersama dari negara-negara
yang mempunyai kekuatan menaati atau menolak yang sama, dan dilandaskan atas
norma Pacta Sunt Servanda.
Lembaga peradilan negara
tidak dapat menjadikan hukum internasional sebagai sumber materil di pengadilan
nasional, kecuali kaedah internasional tersebut telah melewati proses
transformasi, dan begitu juga sebaliknya. Walaupun terdapat perbedaan
fundamental antara kedua kaedah hukum, bukan berarti tidak ada sinkronisasi
dalam tatanan praktis. Contoh, aturan internasional tentang Warga Negara Asing
yang terdapat pada perjanjian internasional memerlukan instrumen nasional pada
pelaksanaanya melalui aturan yang dikeluarkan oleh badan legislatif negara.
Paham kedua, paham monisme. Penganut
monisme menganggap semua hukum sebagai suatu ketentuan tunggal yang tersusun
dari kaedah-kaedah hukum mengikat, baik mengikat negara-negara,
individu-individu atau kesatuan lain yang juga merupakan personalitas
internasional. sebagai penganut monisme berpendapat bahwa kaedah hukum baik itu
internasional maupun nasional lahir melalui hipotesa-hipotesa yang saling
berkaitan antara satu dan lainnya, dan merupakan satu kesatuan walaupun
hipotesa tersebut masih dalam tatanan abstrak. Dari hipotesa tersebut akan
muncul sebuah struktur hukum yang bersifat universal, yang mengikat segenap
individu baik itu sebagai hukum internasional maupun sebagai hukum nasional.
Paham kesatuan kaedah
antara hukum internasional dengan hukum nasional yang dianut paham monisme
menuntut adanya pembagian tingkat preferensi antara kedua sistem hukum
tersebut. Kelsen berpendapat bahwa masalah primat hukum harus terlebih dulu
melewati proses analisis struktural, suatu analisa yang dilakukan terhadap
prinsip-prinsip dan kaedah-kaedah yang pada akhirnya mencapai pada satu norma
fundamental tertinggi yang bisa saja terdapat pada hukum internasional atau
pada hukum nasional. Sistem hukum yang mengandung norma tertinggi itulah yang
patut mendapat preferensi. Tetapi pada tatanan praktisnya pendapat Kelsen ini
dirasa terlalu abstrak dan tidak efisien. Primat hukum internasional di atas
hukum nasional: tingkat preferensi diberikan kepada kaedah hukum internasional
karena hukum internasional yang mengatur kewenangan negara-negara, dan ketika
Negara mengatur permasalahan internal saat itu hukum internasional sedang
memberikan mandat kepada negara untuk mengaturnya. Negara sebagai personalitas
internasional mengalami perubahan sistem hukum ketika terjadi perubahan
konstitusi atau revolusi, sedangkan hukum internasional tidak akan berubah
sistem hukumnya walaupun terjadi perubahan konstitusi dalam negeri. Hukum
internasional mengikat negara-negara baru dengan atau tanpa persetujuan dari
negara bersangkutan, maka primat hukum dalam hal ini harus diberikan kepada
hukum internasional.
Sebagian berpendapat bahwa tidak
secara keseluruhan preferensi diberikan kepada hukum internasional, karena
dilihat dari sejarahnya hukum internasional merupakan cabang ilmu baru setelah
adanya hukum nasional. Penganut primat hukum internasional mencoba menjawab
bahwa mata rantai yang menghubungkan hukum internasional dengan hukum nasional
bukan mata rantai sejarah, namun mata rantai teknis dan secara teknis hukum
internasional mempunyai kewenangan lebih tinggi dari pada hukum nasional.
Primat hukum nasional di atas hukum internasional: primat ini didukung oleh
penganut paham monisme, menurutnya hukum internasional tidak lain adalah hanya
perpanjangan tangan dari hukum nasional, karena hukum internasional terbentuk
atas dasar kehendak negara, secara tidak langsung hukum internasional tunduk
kepada yang membentuknya, Negara. Hukum tertinggi Negara adalah konstitusi
maka, konstitusi mempunyai preferensi lebih dari pada hukum internasional.
Kritik yang ditujukan pada pandangan ini adalah, mengesampingkan kaedah-kaedah
hukum internasional yang tidak berasal perjanjian internasional melainkan dari
tatakrama internasional, yang membentuk opini publik internasional untuk taat
terhadap kaedah tertentu sebelum negara tersebut melahirkan kehendaknya.
Bahkan, cukup berlebihan jika hukum internasional harus menyesuaikan dengan
kaedah hukum nasional. Dalam beberapa kasus, pengadilan internasional telah
memutuskan preferensi hukum internasional atas hukum nasional. Mayoritas
negara-negara dunia baik secara eksplisit maupun implisit menganut paham monisme
dengan primat hukum internasional di atas hukum nasional, ada keterkaitan
antara hukum internasional dengan hukum nasional dan kaedah hukum nasional
seyogyanya selaras dengan kaedah hukum internasional.
Adanya
hukum internasional dan hukum nasional ini juga menjadi pokok bahasan yang
menarik untuk di bahas yang mana dalam kaitan antar keduanya ada
sekelompok-sekelompok orang yang mempertanyakan tentang keberadaan kedua hukum
tersebut apakah keduanya terpisah dan dapat dikatakan berdiri sendiri-sendiri atau
keduanya merupakan bagian dari suatu sub system yang lebih besar yaitu tatanan
system hukum yang lebih besar lagi.
Dalam perkembangannya pertanyaan mendasar tersebut melahirkan beberapa teori yaitu :
1. Teori Monisme
Dalam perkembangannya pertanyaan mendasar tersebut melahirkan beberapa teori yaitu :
1. Teori Monisme
Menurut
teori ini hukum nasional dan hukum internasional hnyalah merupakan bagian saja
dari suatu hukum yang lebih besar yaitu hukum pada umumnya. Menurut paham ini
semua hukum yang kita kenal adalah merupakan suatu kesatuan yang sifatnya
mengikat. Apakah mengikat individu maupun mengikat subjek-subjek hukum lainnya,
semuanya itu adalah merupakan suatu kesatuan hukum yaitu hukum yang berlaku
bagi umat manusia. Tokoh yang terkenal yaitu Hans Kelsen. Monisme ini
sebenarnya merupakan perwujudan dari ajaran hukum alam yang memandang hukum sebagai
suatu yang berlaku umum dan abstrak serta berlaku dimana-mana,dan berlaku satu
hukum bagi seluruh umat manusia di dunia.
Pendapat dari teori ini cenderung berpandangan kondisi “ideal”. Maksudnya disini adalah kelompok ini menyatakan bahwa hukum internasional lebih tinggi kedudukannya dari pada hukum nasional suatu Negara. Jadi kondisi ideal yang dimaksudkan adalah jika hal ini diterapkan pada Negara-negara di dunia maka akan terwujud suatu kondisi ketertiban dan kedamaian dalam masyarakat internasional.
Pendapat dari teori ini cenderung berpandangan kondisi “ideal”. Maksudnya disini adalah kelompok ini menyatakan bahwa hukum internasional lebih tinggi kedudukannya dari pada hukum nasional suatu Negara. Jadi kondisi ideal yang dimaksudkan adalah jika hal ini diterapkan pada Negara-negara di dunia maka akan terwujud suatu kondisi ketertiban dan kedamaian dalam masyarakat internasional.
3. Teori transformasi,Delegasi,dan harmonisasi
Menurut
teori-teori ini hukum internasional dan hukum nasional harus dipandang sejajar
dalam hal kedudukannya serta adanya hubungan natara satu dengan yang lain .
Hubungan
saling mempengaruhi antara hukum internasional dan hukum nasional
Pada
dasarnya di akui bahwa hukum internasional dan hukum nasional itu mempunyai
hubungan saling mempengaruhi yaitu sbb :
• Hukum
Internasional Dapat Menjadi Hukum Nasional
Hukum
internasional yang terbentuk berdasarkan kesepakatan diantara berbagai
Negara-negara di dunia ini dapat menjadi atau masuk dalam ruang lingkup hukum
nasional suatu Negara apabila suatu Negara tersebut meratifikasi hukum
internasional tersebut.
• Hukum
Nasional Dapat Menjadi Hukum Internasional
Hukum
nasionlapun dapat menjadi hukum Internasional karena pada dasarnya hukum
internasional bersumber dari hukum nasional. Untuk menjadi hukum internasional,hukum
nasional dapat melalui tiga cara yaitu : melalui hukum kebiasaan
internasional,melalui yurisprudensi,melalui perjanjian dan konvensi
internasional.
0 komentar:
Posting Komentar